Sinjai, Greget.Id – Ratusan nelayan Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan Selasa (07/01/2025) tidak turun melaut seperti biasanya, dan memilih naik ke puncak bukit Tanassang menemui anggota DPRD Kabupaten Sinjai.
Gerakan nelayan Sinjai yang enggan melalut dan memilih naik gunung ini, dipicu kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono yang mengharuskan nelayan menlengkapi kapalnya dengan peralatan transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) berupa vessel Monitoring System (VMS).
Di depan gedung DPRD sinjai, para nelayan meneriakkan penolakannya terhadap kebijakan Menteri KP yang dinilai sangat memberatkan, karena selain harga alat VMS yang harus dibeli sendiri oleh para nelayan dengan harga puluhan juta rupiah, juga diwajibkan membayar biaya airtime setiap tahunnya sebesar Rp7 juta hingga Rp8 juta.
Nelayan Sinjai dibawah kordinasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) silih berganti menyampaikan orasi dan tuntutannya untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP Nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT).
Mereka berpendapat, dengan kebijakan itu menyebabkan nelayan lokal atau nelayan yang mengoperasikan kapal ukuran kurang dari 30 GT tidak dapat menghasilkan tangkapan ikan secara maksimal.
Nelayan pun menyampaikan penolakannya terhadap ketentuan yang mewajibkan pemasangan alat VMS pada kapal nelayan yang berukuran kurang dari 30 GT, sebab hanya menambah beban biaya kepada nelayan sementara pemasangan alat tersebut tidak berpengaruh pada peningkatan produktivitas kapal penangkapan ikan.
Kebijakan ini patut dicurigai adanya kepentingan pihak tertentu yang bekerja sama untuk kepentingan bisnis dengan produsen VMS dan provider jaringan satelit.
Karena itu nelayan meminta agar DPRD sinjai meneruskan pernyataan sikap ini kepada pemerintah pusat agar melakukan peninjauan kembali aturan yg telah dikeluarkan dan membatalkan semua aturan yang hanya membebani nelayan.
No comments yet.