Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menegaskan, bahwa kegiatan penanggulangan bencana pada pada dasarnya meliputi serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana.
Dalam kegiatan penanggulangan bencana baik sebelum, maupun pada saat dan sesudah kejadian bencana, terdapat suatu keadaan atau kondisi yang perlu segera diantisipasi dan ditangani dengan segera guna mengurangi risiko atau dampak yang bakal ditimbulkannya.
Dalam manajemen penanggulangan bencana, upaya antisipasi dan penanganan keadaan atau kondisi dimaksud, dilaksanakan secara sistematis dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi dan kaji cepat atas informasi ancaman dan kejadian oleh instansi yang berwenang untuk menentukan dan menetapkan statusnya.
Sementara status bencana yang biasa diterapkan dalam penanggulangan bencana terbagi dalam tiga bagian, yang biasanya diawali dengan penetapan Status Siaga Darurat pada saat terdapat ancaman bencana, kemudian dapat ditingkatkan pada Status Darurat saat terjadi bencana masif yang berdampak luas.
Sedangkan untuk Status Transisi Pemulihan Pasca Bencana, ditetapkan setelah status tanggap darurat berakhir namun masih terdapat beberapa akibat kejadian bencana yang membutuhkan penanganan. .
Status Siaga Darurat
Mengutip dari Peraturan Kepala Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 03 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana, status siaga darurat adalah keadaan ketika potensi ancaman bencana sudah mengarah pada terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya informasi peningkatan ancaman.
Hal itu berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan dampak yang akan terjadi di masyarakat.
Status siaga darurat hanya bisa diberlakukan kepada jenis bencana alam yang perkembangan ancamannya dapat diamati berdasarkan sistem peringatan dini dan tidak mendadak.
Penatapan status siaga darurat bencana alam dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah berdasarkan rekomendasi instansi yang berwenang dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Untuk menetapkan status siaga darurat, minimal ada 2 indikator yang harus dipedomani diantaranya :
- Informasi potensi ancaman bencana. Adanya potensi ancaman yang sudah mengarah ke arah terjadinya bencana alam berdasarkan hasil pantauan sistem peringatan dini yang digunakan dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi teknis berwenang terkait perkembangan potensi ancaman tersebut.
- Informasi ancaman kehidupan dan penghidupan. Adanya rekomendasi dari instansi yang menyatakan bahwa ancaman bencana yang akan terjadi dapat mengancam kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat serta memerlukan tindakan penanganan segera dan memadai.
Adapun upaya penanganan yang perlu dilakukan Saat Status Siaga Darurat, meliputi :
- Pengkajian cepat situasi dan kebutuhan penanganan darurat bencana.
- Aktivasi sistem komando penanganan darurat bencana termasuk penyusunan rencana operasi dengan memperhatikan rencana kontijensi yang pernah dibuat. Kontijensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi
- Melakukan evakuasi masyarakat yang terancam
- Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang terancam
- Perlindungan kelompok rentan, dan
- Pengendalian terhadap sumber ancaman bencana.
No comments yet.